Selamat datang!

Pages

Senin, 24 Desember 2012

The Power of Words

The Power of Words, bukan Power Rangers, atau Power-Power yang lain, tapi The Powers of Words.


FLPJ kali ini seru sekali, karena pertemuan kali ini kami diajak jalan-jalan. Rencana awal kami ingin bertemu di Rengganis, tapi di rengganis sudah ada yang memakai, lagipula tempatnya sangat kotor. Lalu, teman kami mencari tempat lain, ada yang mengusulkan depan ATM Center, Broklyn dan stadion, dan selasar FISIP, karena tidak memungkinkan, kami akhirnya pindah ke Fakultas Biru, yaitu Fakultas Ilmu Budaya. Rencananya sih mau di genkan, tapi ada yang latihan nari, terus mau pindah ke Blue Stage, tapi kotornya minta ampun. Akhirnya kita ke Al-Muslih Centeratau yang biasa dikenal AMC.

Yup masalah tempat beres! sekarang angkat pulpen dan buku!!!

Bersama teh Wiyanti, Ketua Forum Lingkar Pena Jatinangor, kami di ajak berpikir tentang menyusun kata-kata menjadi kalimat yang indah dan memiliki makna.

 Tantangan pertama, kami hanya diminta membuat satu kalimat, mudah saja, "Kelinci putih berlari menuju kandangnya pagi tadi."

Tantangan kedua, ini favorit saya, kami diminta membuat kalimat sesuai abjad dan berurut, serta memiliki makna. Saya membuatnya seperti ini:

"Ayunan bayi yang cerdas dan empati itu frustasi, garang, hanya itu jejaknya, kala lama meninabobokan nyai ompong pasi, quartet rusa saja tahu, ubahnya via waktu X yang zauh (maksa)

maknyanya adalah, Ayunan selalu saja berfungsi sebagai alat meninabobokan bayi, tapi suatu saat si ayunan tahu, bakan semua orang tahu, kalau sang bayi pasti dewasa, ia sedih ketika sang bayi sudah tidak memperdulikannya lagi. Begitu juga orangtua, sedih ketika dewasa kita bukan bayi kecil mereka lagi, sudah tidak mau dininabobokan lagi. Begitu kira-kira maknanya.

Tantangan ketiga kami diminta membuat majas,
1. Majas metafora, yang ada di pikiran saya adalah: Jejak hitam dan kabar burung
2. Majas Personifikasi, saya membuat: Bunga menebar senyum, Batu berlompatan dan Jam dinding yang bersembunyi.
3. Hiperbola, karena saya lebai, ini sedikit membantu: Tendangan Ronaldo sampai ke ujung dunia.
4. Ironi: Kuat sekali adikmu, ranting saja tidak terangkat.
5. Litotes: No comment, saya tidak ada ide untuk litotes, yang saya pikirkan hanya, ibu membelikan sepatu yang sederhana. entah bisa dibilang litotes atau tidak.

Tantangan keempat, kami diminta membuat cerita dari tiga kata kunci, yaitu: Aceng Fikri, Suku maya, dan Anjelina Sondak. ini dia cerita versi Fahda:

Kucing kampung hitam itu berjalan santai menuju kolong jembatan tempatnya tinggal. sepanjang jalan, toko televisi terus menyetel siaran berita mengenai Aceng Fikri. Si kucing menggumam, "Ah Pak Aceng, apa bedanya dengan kami, mending juga jadi kucing, banyak pasangan lantas ditinggal gak ada yang protes."

Beberapa minggu lalu, si kucing didatangi Suku Maya, katanya ia kucing terpiliih, boleh menjadi manusia jika ia mau, tapi si kucing dengan tegas mengatakan tidak. "Manusia itu tidak mudah, banyak kewajiban yang harus mereka kerjakan. Tidak! Tidak! kucing lebih enak!" kata si kucing dengan santai.

"Tapi, kalau kamu mau jadi manusia, aku meramalkan bahwa kamu akan menikahi janda cantik mantan putri indonesia, cantik lagi!"

"Hadoooh! Hadoooh! Kucing juga banyak yang cantik."

Si kucing yang dari tadi merasa diganggu oleh kepala suku maya loncat keatas seng-seng atap kandang ayam. meninggalkan suku maya yang terbengong-bengong melihat tingkah kucing yang menolak menjadi manusia.

sambil bersiul si kucing memainkan buntutnya. Ahh... indahnya menjadi kucing, biar makan rebutan, cakar-cakaran, tapi kami tetap bahagia. Damai karena tidak ada dosa bagi kami.

Gang sempit itu terasa lega bagi si kucing. Masih dengan buntutnya yang bergoyang dan siulan merdunya itu.

 Tantangan terakhir adalah menggambar, awalnya kami semua mengeluh, tapi teh Wiyan bilang, "Semua orang bisa menggambar, masalah jelek bagusnya urusan lain."





Niiiih dia gambar saya, ceritanya itu kopi diatas air. Walaupun kopinya diatas air, tapi kopinya tetap hangat. Maknanya, supaya kita jadi seperti kopi itu, walaupun lingkungannya dingin dan jauh dari kondusif, kita harus tetap hangat dan ceria :D 

Hheheee, mudah-mudahan FLPJ terus maju dan berjaya :D 



Jumat, 14 Desember 2012

Menulis di Atas Daun


Menulis… ah menulis.
9 November ini Forum Lingkar Pena Jatinagor mengadakan pertemuan pertama dengan calon anggota barunya. Waaah senangnya bertemu dengan orang-orang hebat.
            Bersama Bapak M. Irfan Hidayatullah, penulis  Sang Pemusar Gelombang, kami membicarakan banyak hal, mulai dari sejarah FLP sampai apa itu menulis yang sebenarnya. Saya mencatat beberapa hal.
Menulis memang salah satu cara merubah peradaban, tapi tidak selamanya tulisan dapat membentuk peradaban, pada saatnya nanti, ketika tidak ada lagi fasilitas, mungkin menulis tidak lagi efektif, tapi ada cara lain. Mungkin saja yang efektif menulis si atas daun, seperti film india jaman dulu, Mohabaten,  atau  cara lainnya. Tapi bagaimanapun, untuk saat ini, selagi bisa, kita harus memanfaatkan jaman yang ada.
Apa yang harus dilakukan untuk menjadi penulis produktif?
Efektifkan fasilitas yang ada, apapun itu, buku, laptop, sehelai daun sekali pun. Pak Irfan juga menceritakan penulis produktif, Fahd Djibran penulis perjalanan rasa, katanya Fahd Djibran bisa memanfaatkan waktu lampu merah, ketika lampu merah beliau menulis. Bayangkan saja, kalu setiap hari macet satu jam saja?
“Penulis sejati tidak pernah perhitungan dalam membeli buku.” Kata Pak Irfan. Tentu saja, dalam menulis harus dibarengi dengan intektualitas. Membaca dapat menambah ilmu kita untuk menulis, agar tulisan kita bisa dipertanggungjawankan.
Menaklukan media, walaupun menulis tidak perlu berorientasi pada pendapatan, tapi menulis butuh pengakuan, maka itu, media harus dimanfaatkan.
Yang terakhir, jangan menunggu waktu. Menulis tidak memerlukan waktu yang lama, tapi harus konsisten dan yang terpenting dimulai dari sekarang.
Waah… seru banget kan ilmu baru yang saya dapat dari FLPJ, biar sederhana tampilannya, tapi hangat suasananya :D

Sabtu, 08 Desember 2012

Kukejar FK sampai Ujung Serambi Mekah

--> Coba tebak, atau coba pikirin, sejauh mana kita sangat menginginkan cita-cita kita? sekedar cita-citakah? atau benar-benar keinginan yang sangat.

"Ah, biasa aja lah..."
"Duh pengen banget, tapi gimana ya susaah. Masuk Univ itu kan susah, masuk jurusan fakultas itu kan banyak saiangannya, apalagi jurusan itu, beuuuh! ampun!" bla... bla... bla...

Bukan sombong nih, ya. Kita sering bilang, "Bisa sih, tapi Susah." sekarang sepakat kita ubah, "Susah sih, tapi bisa!"

Gak percaya? saya akan menceritakan kisah inspiratif tentang sahabat saya yang luar biasa dalam mencapai cita-citanya masuk Fakultas Kedoteran. Baca baik-baik yaaa :D

Sahabat saya ini ketika ditanya kenapa pengen jadi dokter, jawabnya, " Ketika mulai kelas 2, umi masuk rumah sakit dan dioperasi dalam waktu yang lama. Disitulah gue mulai ngeliat “sesuatu” yang bikin gue pengeeeen banget jadi dokter." Subhanallah kan?

Ia juga bercerita, ketika merawat uminya di rumah sakit, ia selalu meminta doa kepada setiap dokter yang memeriksa uminy, "Doain saya ya, Dok. Biar saya bisa jadi kayak dokter." katanya. Bukan ke dokter aja, sahabat saya ini juga meminta doa kepada orang-orang disekitanya. Saya mikir ini orang kurang kerjaan banget dah, tapi dia bilang dengan bijaknya,
"karena ada yang bilang, ketika kamu punya keinginan/cita2 yang baik, katakanlah ke orang lain agar orang itu pun turut meng-amin-kan keinginanmu." Saya ngangguk-ngangguk aja.

Panjang sekali ceritanya, tapi benar menginspirasi. Perjuangannya gak mudah, Melihat perjuangan sahabat ini masuk FK, saya mau nangis rasanya. Tapi dia percaya, Susah sih, tapi Bisa.

 
"Semua dinding kamar sudah penuh dengan target-target terbaik yang pernah gue buat, yaitu masuk fk dan jadi dokter. Di pintu kamar sudah terpampang name tag dengan nama dr. –nama gue-, gitu juga di dinding kamar. Target awal gue tadinya fk ui, terus mengekor fk-fk terbaik di pulau jawa. Umi dan abi bilang, sejauh mana kamu kuliah boleh, asalkan kamu masih di pulau jawa. Akhirnya saat-saat un pun tiba, dan setelah itu gue mulai ikut les snmptn yang mungkin bisa menolong gue di snmptn nanti. Oh iya, awalnya gue udah ikut snmptn undangan, tapi ga lolos. Karena dengan nilai yang pas-pasan yang gue pilih saat itu fk ugm dan uns. Semua orang bilang gue salah langkah, menurut mereka gue harusnya pindah jurusan dan memilih jurusan yang lebih “pas”sama nilai-nilai gue. Menurut gue, ini bukan tentang harus diterima, ini tentang jadi apa yang kita mau. Cita-cita gue dokter.
Ketika detik-detik snmptn mulai deket, abi makin memotivasi gue. Dialah yang paling memberi motovasi terbesar buat gue. Tapi gue akuin, belajar gue pas di akhir mulai ga serius, karena guru les bilang gue masang target yang terlalu besar, takut ga masuk, makin down gue disitu karena dari 7 try out yang ada di lembaga itu, belum pernah lulus. Tapi kalo ngeliat gimana semangatnya orang tua gue buat semangatin gue, maka gue tetep maju buat ikut snmptn, tapi tetep dengan optimis yang besar dan doa yang kuat. Akhirnya snmptn pun gue lalui dengan lancar. Sambil menunggu hasilnya, gue dan abi mulai cari-cari jalur lain yang bisa gue ikutin buat jadi anak fk. Gue juga keliling2 cari universitas swsta buat daftar masuk ke fknya. Tapi setelah dlihat-lihat harganya, abi bilang ga bisa tahun ini, biayanya terlalu besar, tunggu tahun depan aja nak, gitu kata abi. Gue pun oke-oke aja.
Akhirnya pengumuman snmptn pun tiba, gue gagal buat yang kedua kalinya di ajang yang namanya snmptn itu. Pilihan pertama gue fk unpad, yang kedua fk uns, gagal deh gue jadi orang bandung. Karena kalo masuk lewat mandiri, pasti harganya lebih mahal.
Tapi gue masih optimis, masih ada simak dan mandiri uin, itu piker gue. Abi pun mendaftarkan gue buat ikut les yang simak ui. Gue ikutin les itu, ga pernah absen les, padahal saat itu nenek gue lagi sakit di RS tugu ibu, kita harus selang seling buat jaga beliau, saat itu gue bener-bener berasa nomaden, tidur bisa dirumah yang di sawangan, cibubur, depok timur, bahkan di rumah sakit. Belajar pun gitu, dimana ada waktu bisa belajar, gue pake buat belajar. Tapi, gue ga merasa terbebani, karena gue percaya, ngerawat nenek itu lebih penting dari sebuah les dan masuk fk, karena hal itu bisa dicoba tahun depan dan ngerawat nenek ga bisa dicoba tahun depan. Di simak ui, yang gue pilih adalah fk, fkg, dan fik nya, dan setelah hasilnya keluar, gue gagal. Sedih?jelas sedih, tapi gue ga mau nyerah ngelepas mimpi gue sebagai mahasiswi fk dan jadi dokter,emang sih untuk tes yang satu ini gue akuin gue gila, gimana engga? Fk unpad aja ga dapet, masa mau pilih fk ui. Ga lama stelah pegumuman yang menyedihkan itu nenek gue meninggal dunia. Gue sedih karena beliau belum liat gue jadi dokter, padahal mulai dirawat sampai saat-saat kritisnya nenek selalu bilang,”-nama gue-jadi dokter ya, jadi kalo nenek sakit, fira aja yang rawat, nenek sakit fiir” itu lirihan nenek, sumpah waktu pemakamannya pun gue sangat sedih.
Terus gue ngeliat lagi peluang untuk ikut umb,maka gue daftar juga disitu. Dan gue tetep ikut ujian mandiri uin, gue lagi-lagi pilih fk dan fik uin. Gue pun belajar, walau yang sebenernya udah dibenak gue itu mending coba tahun depan, dan biar belajarnya lebih yakin, sebenernya disini mulai ada titik jenuh dalam diri gue buat ikut tes-tes yang beginian. Tapi setiap ngeliat orang tua gue, gue selalu pengen ngeliat mereka bahagia secepatnya, ga mau ditunda-tunda. Dan akhirnya tes uin selesai, gue sebenernya agak optimis dengan hasilnya, tapi harus tetep berserah diri sama Allah swt.
Akhirnya gue pun siap untuk seleksi terakhir tahun ini, umb. Yang gue pilih saat itu adalah fk unsyiah, fk unsoed, fk unjambi, fk unimal, dan yang terakhir kebidanan uns. Kebidanan?iya, ini adalah pilihan terakhir yang masih mungkin. Karena menurut gue profesi bidan ga terlalu jauh sama dokter. Pada saat-saat itu, sebenernya umi udah mulai psimis sama gue, bilang buat menyerah aja, coba tahun depan aja, kadang malah disuruh masuk jurusan lain selain kedokteran dan keperawatan. Karena sebenernya gue sangat-sangat ingin jadi dokter atau asistennya. Saat-saat itulah gue sedih, pengen nangis rasanya, satu sisi abi sangat mendukung umi sudah mulai ngajak “belok”. Gue pun berserah aja. Umi mulai mau mandaftarkan gue di poltekkes, gue iya-iya aja, gue ga bisa nolak. Tapi emang Allah sayang sama gue, ternyata pendaftarannya udah tutup, makanya klo mau coba tahun depan. Gue pun lega.

Tes umb pun gue lewatin. Tes umb ini yang menurut gue paling berat, karena waktu bulan puasa. Gue harus beragkat dari rumah yang di sawangan ke Jakarta pusat, karena gue tes di sman 1 jakarta. Dibanding tes-tes yang lain, ini yang paling berat karena paling jauh. Dan saat itu sedih juga melihat orang-orang lain ditemani orang tua atau keluarga mereka, gatau kenapa saat itu butuh banget perhatian keluarga karena itu adalah tes yang paling menentukan tahun ini selain hasil tes uin. Tapi tes itupun akhirnya berlalu, tinggal menunggu saat paling mendebarkannya, pengumuman.
Saat itu kan bulan puasa, maka gue mulai perbanyak meminta kepada Allah swt, yang terbaik buat gue, karena manusia kan ga pernah tau yang terbaik buat mereka, Cuma Allah yang tau. Ternyata pengumuman yang duluan keluar adalah umb. Gue sangat takut, deg-degan dan takut. Gue inget banget saat-saat itu, waktu itu jam 9 pagi, abi baru pulang kerja waktu gue lagi nyapu depan rumah. Pengumuman umb hari itu ada di Koran, abi yang pertama liat. Dengan muka lesu, abi bilang, “sabar ya nak, kamu mungkin belum dikasih rezekinya tahun ini, doain aja semoga uin kamu dapet atau coba lagi tahun depan…”. Jelas sedih, nyerah, tapi masih penasaran kenapa ga bisa-bisa dapet.
Siangnya, gue liat-liat lagi korannya karena masih penasaran, ternyata disana ada nama gue! Berkali-kali gue liat, ternyata emang itu nama dan nomor peserta gue. Gue teriak dan nangis saking senengnya. Umi yang lagi solat pun menangis saat itu. Terharu. Sangat terharu ngeliat umi nangis dalam salat sampai sebegitunya. Abi pun langsung bangun karena saat itu lagi tidur dan langsung memeluk gue. Umi pun selesai salat langsung memeluk dan menciumi gue. Hari itu adalah hari yang penuh kelegaan bagi gue.
Selang dua hari dari hari yang membahagiakan itu, pengumuman dari uin keluar. Gue lulus di fik nya. Tapi gue tetep milih fk walaupun dapetnya fk di lhokseumawe. Awalnya gue gatau dimana lhokseumawe, setelah gue liat di peta, ternyata hamper keujung Indonesia! Tapi niat tetep lurus, maka gue berangkat ke sini, lhokseumawe, bagian utara dari serambi mekah."

Bernapas?  Saya tidak bernapas mendengar kisah panjangnya menuju Kedokteran. Ada ya orang sekekeh dia? saya ga ngerti deh. Tapi itulah yang membedakan orang keren dengan yang jurang keren :D