The Power of Words, bukan Power Rangers, atau Power-Power yang lain, tapi The Powers of Words.
FLPJ kali ini seru sekali, karena pertemuan kali ini kami diajak jalan-jalan. Rencana awal kami ingin bertemu di Rengganis, tapi di rengganis sudah ada yang memakai, lagipula tempatnya sangat kotor. Lalu, teman kami mencari tempat lain, ada yang mengusulkan depan ATM Center, Broklyn dan stadion, dan selasar FISIP, karena tidak memungkinkan, kami akhirnya pindah ke Fakultas Biru, yaitu Fakultas Ilmu Budaya. Rencananya sih mau di genkan, tapi ada yang latihan nari, terus mau pindah ke Blue Stage, tapi kotornya minta ampun. Akhirnya kita ke Al-Muslih Centeratau yang biasa dikenal AMC.
Yup masalah tempat beres! sekarang angkat pulpen dan buku!!!
Bersama teh Wiyanti, Ketua Forum Lingkar Pena Jatinangor, kami di ajak berpikir tentang menyusun kata-kata menjadi kalimat yang indah dan memiliki makna.
Tantangan pertama, kami hanya diminta membuat satu kalimat, mudah saja, "Kelinci putih berlari menuju kandangnya pagi tadi."
Tantangan kedua, ini favorit saya, kami diminta membuat kalimat sesuai abjad dan berurut, serta memiliki makna. Saya membuatnya seperti ini:
"Ayunan bayi yang cerdas dan empati itu frustasi, garang, hanya itu jejaknya, kala lama meninabobokan nyai ompong pasi, quartet rusa saja tahu, ubahnya via waktu X yang zauh (maksa)
maknyanya adalah, Ayunan selalu saja berfungsi sebagai alat meninabobokan bayi, tapi suatu saat si ayunan tahu, bakan semua orang tahu, kalau sang bayi pasti dewasa, ia sedih ketika sang bayi sudah tidak memperdulikannya lagi. Begitu juga orangtua, sedih ketika dewasa kita bukan bayi kecil mereka lagi, sudah tidak mau dininabobokan lagi. Begitu kira-kira maknanya.
Tantangan ketiga kami diminta membuat majas,
1. Majas metafora, yang ada di pikiran saya adalah: Jejak hitam dan kabar burung
2. Majas Personifikasi, saya membuat: Bunga menebar senyum, Batu berlompatan dan Jam dinding yang bersembunyi.
3. Hiperbola, karena saya lebai, ini sedikit membantu: Tendangan Ronaldo sampai ke ujung dunia.
4. Ironi: Kuat sekali adikmu, ranting saja tidak terangkat.
5. Litotes: No comment, saya tidak ada ide untuk litotes, yang saya pikirkan hanya, ibu membelikan sepatu yang sederhana. entah bisa dibilang litotes atau tidak.
Tantangan keempat, kami diminta membuat cerita dari tiga kata kunci, yaitu: Aceng Fikri, Suku maya, dan Anjelina Sondak. ini dia cerita versi Fahda:
Kucing kampung hitam itu berjalan santai menuju kolong jembatan tempatnya tinggal. sepanjang jalan, toko televisi terus menyetel siaran berita mengenai Aceng Fikri. Si kucing menggumam, "Ah Pak Aceng, apa bedanya dengan kami, mending juga jadi kucing, banyak pasangan lantas ditinggal gak ada yang protes."
Beberapa minggu lalu, si kucing didatangi Suku Maya, katanya ia kucing terpiliih, boleh menjadi manusia jika ia mau, tapi si kucing dengan tegas mengatakan tidak. "Manusia itu tidak mudah, banyak kewajiban yang harus mereka kerjakan. Tidak! Tidak! kucing lebih enak!" kata si kucing dengan santai.
"Tapi, kalau kamu mau jadi manusia, aku meramalkan bahwa kamu akan menikahi janda cantik mantan putri indonesia, cantik lagi!"
"Hadoooh! Hadoooh! Kucing juga banyak yang cantik."
Si kucing yang dari tadi merasa diganggu oleh kepala suku maya loncat keatas seng-seng atap kandang ayam. meninggalkan suku maya yang terbengong-bengong melihat tingkah kucing yang menolak menjadi manusia.
sambil bersiul si kucing memainkan buntutnya. Ahh... indahnya menjadi kucing, biar makan rebutan, cakar-cakaran, tapi kami tetap bahagia. Damai karena tidak ada dosa bagi kami.
Gang sempit itu terasa lega bagi si kucing. Masih dengan buntutnya yang bergoyang dan siulan merdunya itu.
Tantangan terakhir adalah menggambar, awalnya kami semua mengeluh, tapi teh Wiyan bilang, "Semua orang bisa menggambar, masalah jelek bagusnya urusan lain."
Niiiih dia gambar saya, ceritanya itu kopi diatas air. Walaupun kopinya diatas air, tapi kopinya tetap hangat. Maknanya, supaya kita jadi seperti kopi itu, walaupun lingkungannya dingin dan jauh dari kondusif, kita harus tetap hangat dan ceria :D
Hheheee, mudah-mudahan FLPJ terus maju dan berjaya :D
9 November ini Forum Lingkar Pena
Jatinagor mengadakan pertemuan pertama dengan calon anggota barunya. Waaah
senangnya bertemu dengan orang-orang hebat.
Bersama
Bapak M. Irfan Hidayatullah, penulis Sang Pemusar Gelombang, kami membicarakan banyak hal, mulai dari sejarah
FLP sampai apa itu menulis yang sebenarnya. Saya mencatat beberapa hal.
Menulis memang salah satu cara
merubah peradaban, tapi tidak selamanya tulisan dapat membentuk peradaban, pada
saatnya nanti, ketika tidak ada lagi fasilitas, mungkin menulis tidak lagi
efektif, tapi ada cara lain. Mungkin saja yang efektif menulis si atas daun, seperti film india jaman dulu, Mohabaten, atau cara lainnya. Tapi bagaimanapun, untuk saat ini, selagi bisa,
kita harus memanfaatkan jaman yang ada.
Apa yang harus dilakukan untuk
menjadi penulis produktif?
Efektifkan fasilitas yang ada,
apapun itu, buku, laptop, sehelai daun sekali pun. Pak Irfan juga menceritakan
penulis produktif, Fahd Djibran penulis perjalanan
rasa, katanya Fahd Djibran bisa memanfaatkan waktu lampu merah, ketika
lampu merah beliau menulis. Bayangkan saja, kalu setiap hari macet satu jam
saja?
“Penulis sejati tidak pernah
perhitungan dalam membeli buku.” Kata Pak Irfan. Tentu saja, dalam menulis
harus dibarengi dengan intektualitas. Membaca dapat menambah ilmu kita untuk
menulis, agar tulisan kita bisa dipertanggungjawankan.
Menaklukan media, walaupun menulis
tidak perlu berorientasi pada pendapatan, tapi menulis butuh pengakuan, maka
itu, media harus dimanfaatkan.
Yang terakhir, jangan menunggu
waktu. Menulis tidak memerlukan waktu yang lama, tapi harus konsisten dan yang
terpenting dimulai dari sekarang.
Waah… seru banget kan ilmu baru
yang saya dapat dari FLPJ, biar sederhana tampilannya, tapi hangat suasananya
:D
-->
Coba tebak, atau coba
pikirin, sejauh mana kita sangat menginginkan cita-cita kita? sekedar
cita-citakah? atau benar-benar keinginan yang sangat.
"Ah, biasa aja
lah..." "Duh pengen banget, tapi
gimana ya susaah. Masuk Univ itu kan susah, masuk jurusan fakultas itu kan
banyak saiangannya, apalagi jurusan itu, beuuuh! ampun!" bla... bla...
bla...
Bukan sombong nih, ya. Kita
sering bilang, "Bisa sih, tapi Susah." sekarang sepakat kita ubah,
"Susah sih, tapi bisa!"
Gak percaya? saya akan
menceritakan kisah inspiratif tentang sahabat saya yang luar biasa dalam
mencapai cita-citanya masuk Fakultas Kedoteran. Baca baik-baik yaaa :D
Sahabat saya ini ketika
ditanya kenapa pengen jadi dokter, jawabnya, " Ketika
mulai kelas 2, umi masuk rumah sakit dan dioperasi dalam waktu yang lama.
Disitulah gue mulai ngeliat “sesuatu” yang bikin gue pengeeeen banget jadi
dokter." Subhanallah kan?
Ia juga bercerita,
ketika merawat uminya di rumah sakit, ia selalu meminta doa kepada setiap
dokter yang memeriksa uminy, "Doain saya ya, Dok. Biar saya bisa jadi
kayak dokter." katanya. Bukan ke dokter aja, sahabat saya ini juga meminta
doa kepada orang-orang disekitanya. Saya mikir ini orang kurang kerjaan banget
dah, tapi dia bilang dengan bijaknya,
"karena
ada yang bilang, ketika kamu punya keinginan/cita2 yang baik, katakanlah ke
orang lain agar orang itu pun turut meng-amin-kan keinginanmu." Saya
ngangguk-ngangguk aja.
Panjang
sekali ceritanya, tapi benar menginspirasi. Perjuangannya gak mudah, Melihat
perjuangan sahabat ini masuk FK, saya mau nangis rasanya. Tapi dia percaya,
Susah sih, tapi Bisa.
"Semua dinding kamar sudah penuh dengan
target-target terbaik yang pernah gue buat, yaitu masuk fk dan jadi dokter. Di
pintu kamar sudah terpampang name tag dengan nama dr. –nama gue-, gitu juga di
dinding kamar. Target awal gue tadinya fk ui, terus mengekor fk-fk terbaik di
pulau jawa. Umi dan abi bilang, sejauh mana kamu kuliah boleh, asalkan kamu
masih di pulau jawa. Akhirnya saat-saat un pun tiba, dan setelah itu gue mulai
ikut les snmptn yang mungkin bisa menolong gue di snmptn nanti. Oh iya, awalnya
gue udah ikut snmptn undangan, tapi ga lolos. Karena dengan nilai yang
pas-pasan yang gue pilih saat itu fk ugm dan uns. Semua orang bilang gue salah
langkah, menurut mereka gue harusnya pindah jurusan dan memilih jurusan yang
lebih “pas”sama nilai-nilai gue. Menurut gue, ini bukan tentang harus diterima,
ini tentang jadi apa yang kita mau. Cita-cita gue dokter.
Ketika detik-detik snmptn mulai deket, abi
makin memotivasi gue. Dialah yang paling memberi motovasi terbesar buat gue.
Tapi gue akuin, belajar gue pas di akhir mulai ga serius, karena guru les
bilang gue masang target yang terlalu besar, takut ga masuk, makin down gue
disitu karena dari 7 try out yang ada di lembaga itu, belum pernah lulus. Tapi
kalo ngeliat gimana semangatnya orang tua gue buat semangatin gue, maka gue
tetep maju buat ikut snmptn, tapi tetep dengan optimis yang besar dan doa yang
kuat. Akhirnya snmptn pun gue lalui dengan lancar. Sambil menunggu hasilnya,
gue dan abi mulai cari-cari jalur lain yang bisa gue ikutin buat jadi anak fk.
Gue juga keliling2 cari universitas swsta buat daftar masuk ke fknya. Tapi
setelah dlihat-lihat harganya, abi bilang ga bisa tahun ini, biayanya terlalu
besar, tunggu tahun depan aja nak, gitu kata abi. Gue pun oke-oke aja.
Akhirnya pengumuman snmptn pun tiba, gue
gagal buat yang kedua kalinya di ajang yang namanya snmptn itu. Pilihan pertama
gue fk unpad, yang kedua fk uns, gagal deh gue jadi orang bandung. Karena kalo
masuk lewat mandiri, pasti harganya lebih mahal.
Tapi gue masih optimis, masih ada simak dan
mandiri uin, itu piker gue. Abi pun mendaftarkan gue buat ikut les yang simak
ui. Gue ikutin les itu, ga pernah absen les, padahal saat itu nenek gue lagi
sakit di RS tugu ibu, kita harus selang seling buat jaga beliau, saat itu gue
bener-bener berasa nomaden, tidur bisa dirumah yang di sawangan, cibubur, depok
timur, bahkan di rumah sakit. Belajar pun gitu, dimana ada waktu bisa belajar,
gue pake buat belajar. Tapi, gue ga merasa terbebani, karena gue percaya,
ngerawat nenek itu lebih penting dari sebuah les dan masuk fk, karena hal itu
bisa dicoba tahun depan dan ngerawat nenek ga bisa dicoba tahun depan. Di simak
ui, yang gue pilih adalah fk, fkg, dan fik nya, dan setelah hasilnya keluar,
gue gagal. Sedih?jelas sedih, tapi gue ga mau nyerah ngelepas mimpi gue sebagai
mahasiswi fk dan jadi dokter,emang sih untuk tes yang satu ini gue akuin gue
gila, gimana engga? Fk unpad aja ga dapet, masa mau pilih fk ui. Ga lama stelah
pegumuman yang menyedihkan itu nenek gue meninggal dunia. Gue sedih karena
beliau belum liat gue jadi dokter, padahal mulai dirawat sampai saat-saat
kritisnya nenek selalu bilang,”-nama gue-jadi dokter ya, jadi kalo nenek sakit,
fira aja yang rawat, nenek sakit fiir” itu lirihan nenek, sumpah waktu
pemakamannya pun gue sangat sedih.
Terus gue ngeliat lagi peluang untuk ikut
umb,maka gue daftar juga disitu. Dan gue tetep ikut ujian mandiri uin, gue
lagi-lagi pilih fk dan fik uin. Gue pun belajar, walau yang sebenernya udah
dibenak gue itu mending coba tahun depan, dan biar belajarnya lebih yakin,
sebenernya disini mulai ada titik jenuh dalam diri gue buat ikut tes-tes yang
beginian. Tapi setiap ngeliat orang tua gue, gue selalu pengen ngeliat mereka
bahagia secepatnya, ga mau ditunda-tunda. Dan akhirnya tes uin selesai, gue
sebenernya agak optimis dengan hasilnya, tapi harus tetep berserah diri sama
Allah swt.
Akhirnya gue pun siap untuk seleksi terakhir
tahun ini, umb. Yang gue pilih saat itu adalah fk unsyiah, fk unsoed, fk
unjambi, fk unimal, dan yang terakhir kebidanan uns. Kebidanan?iya, ini adalah
pilihan terakhir yang masih mungkin. Karena menurut gue profesi bidan ga
terlalu jauh sama dokter. Pada saat-saat itu, sebenernya umi udah mulai psimis
sama gue, bilang buat menyerah aja, coba tahun depan aja, kadang malah disuruh
masuk jurusan lain selain kedokteran dan keperawatan. Karena sebenernya gue
sangat-sangat ingin jadi dokter atau asistennya. Saat-saat itulah gue sedih,
pengen nangis rasanya, satu sisi abi sangat mendukung umi sudah mulai ngajak
“belok”. Gue pun berserah aja. Umi mulai mau mandaftarkan gue di poltekkes, gue
iya-iya aja, gue ga bisa nolak. Tapi emang Allah sayang sama gue, ternyata
pendaftarannya udah tutup, makanya klo mau coba tahun depan. Gue pun lega.
Tes umb pun gue lewatin. Tes umb ini yang menurut gue
paling berat, karena waktu bulan puasa. Gue harus beragkat dari rumah yang di
sawangan ke Jakarta pusat, karena gue tes di sman 1 jakarta. Dibanding tes-tes
yang lain, ini yang paling berat karena paling jauh. Dan saat itu sedih juga
melihat orang-orang lain ditemani orang tua atau keluarga mereka, gatau kenapa
saat itu butuh banget perhatian keluarga karena itu adalah tes yang paling
menentukan tahun ini selain hasil tes uin. Tapi tes itupun akhirnya berlalu,
tinggal menunggu saat paling mendebarkannya, pengumuman.
Saat itu kan bulan puasa, maka gue mulai
perbanyak meminta kepada Allah swt, yang terbaik buat gue, karena manusia kan
ga pernah tau yang terbaik buat mereka, Cuma Allah yang tau. Ternyata
pengumuman yang duluan keluar adalah umb. Gue sangat takut, deg-degan dan
takut. Gue inget banget saat-saat itu, waktu itu jam 9 pagi, abi baru pulang
kerja waktu gue lagi nyapu depan rumah. Pengumuman umb hari itu ada di Koran,
abi yang pertama liat. Dengan muka lesu, abi bilang, “sabar ya nak, kamu
mungkin belum dikasih rezekinya tahun ini, doain aja semoga uin kamu dapet atau
coba lagi tahun depan…”. Jelas sedih, nyerah, tapi masih penasaran kenapa ga
bisa-bisa dapet.
Siangnya, gue liat-liat lagi korannya karena
masih penasaran, ternyata disana ada nama gue! Berkali-kali gue liat, ternyata
emang itu nama dan nomor peserta gue. Gue teriak dan nangis saking senengnya.
Umi yang lagi solat pun menangis saat itu. Terharu. Sangat terharu ngeliat umi
nangis dalam salat sampai sebegitunya. Abi pun langsung bangun karena saat itu
lagi tidur dan langsung memeluk gue. Umi pun selesai salat langsung memeluk dan
menciumi gue. Hari itu adalah hari yang penuh kelegaan bagi gue.
Selang dua hari dari hari yang membahagiakan
itu, pengumuman dari uin keluar. Gue lulus di fik nya. Tapi gue tetep milih fk
walaupun dapetnya fk di lhokseumawe. Awalnya gue gatau dimana lhokseumawe,
setelah gue liat di peta, ternyata hamper keujung Indonesia! Tapi niat tetep
lurus, maka gue berangkat ke sini, lhokseumawe, bagian utara dari serambi
mekah."
Bernapas?
Saya tidak bernapas mendengar kisah panjangnya menuju Kedokteran. Ada ya orang
sekekeh dia? saya ga ngerti deh. Tapi itulah yang membedakan orang keren dengan
yang jurang keren :D
Saya lahir pada Rabu, 21 Legi. atau 1 Juni 1994 pukul 04.00 pagi. Subhanallah, lahir juga anak tetanggga.
Fahda=Harimau.
Fauziani=cheetah.
walah?? filosofinya adalah, cheetah itu ditakuti lawan dan dihormati kawan, orang tua saya mungkin berharap seperti itu.