Wow, jangan sinis dulu dengan judul yang agak gimana gini,
walaupun yagak gimana gitu, tapi simak
dulu isinya, jangan langsung ngayab kemana-mana dulu, ya.
Curhatan ini saya tulis karena kejadian beberapa lalu, saat
itu saya sedang di sumedang, di fakultas ilmu budaya universitas padjajaran,
ehmmm kalau yang belum tahu, saya diteima di sana, pamer? Gak kok, Cuma ngasih
tahu sekalian minta di cie-in. ooops!
Jadi, dalam rangkaian ospeknya, disana disebut opera budaya,
ada kegiatan training motivasinya. Tahu sendirikan, kalau udah masuk muhasabah,
bayangkan orang tua, janur kuning, ee.. bendera kuning, masa-masa bersama orang
tua, dan sebagaianya sebagai sebagainyalah. Berhubung saya lagi homesick,
jadilah suara saya paling membahana, cairan yang enggak pantes dikeluarin,
maksudnya dari hidung, keluar tanpa komando dan gak tahu diri. Saat teringat
wajah ibunda tercinta, habis sudah harga diri saya sejalan dengan yang keluar
itu. Kalau sudah sehisteris itu tandanya dosa kita sudah menggunung ke ibunda
kita.
Fahda, apa hubungannya dengan first kiss?
Well, waktu smp, saya lumayan salah gaul, ooops, temen-temen
se-jahiliyahan dulu, damai yeeee… seusia smp dulu, pembicaraan mengenai first
kiss sudah tidak tabu lagi untuk anak-anak unyu kaya kita (dulu), dari teng bel
istirahat, sampai teng bel masuk, itu mulu yang di bicarakan, dan itu dari
senin sampai sabtu looh. Dengan bangga masing-masing dari mereka menceritakan
kebanggaan mereka akan kejadian yang pasti Allah benci, dan itu, mereka bangga banget,
buat mereka, bagi loe yang ‘belum’ loe norak -_- mengukur kegaulan seseorang
dari situ, sumpah kasihan banget saya (maksudnya?!??).
Maaf sebelumnya, postingan ini agak fulgar, tapi, demi
meluruskan dari mana dan siapa first kiss kita sebenarnya.
Ingat – pastinya enggak, waktu kita lahir dulu, ibunda kita
dengan susah payah mengeluarkan kita, dengan harapan setinggi-tingginya untuk
kita lahir dengan congrat, setiap tetesan peluhnya mewakilkan keinginan bunda
untuk keselamatan kita, setiapn tetes air matanya mungkin adalah rasa sakitnya,
kita mungkin gak tahu, bahkan gak mau tahu, tapi bunda kita tidak pernah
memaksa kita untuk tahu, bunda kita tidak seegois itu untuk memaksa kita untuk
memikirkan rasa sakitnya, tapi bunda kita selalu memikirkan rasa sakit kita,
aneh deh bunda ini?!?
Dan ketika kita telah lahir, setelah bersih dari darah,
bidan menyerahkan kita pada bunda, tangis sakit bunda berubah jadi tangis haru
bahagia, padahal bunda gak tahu, setelah besar kita pasti ngeselin bunda, tapi
bunda tetap menciumi kita dari kening, hidung, pipi, dan bibir. Bundalah ciuman
pertama kita, bukan dokter, bukan suster, ayah saja belum tentu, atau ada yang
pas lahir di cium sama pacarnya yang sekarang? Gak mungkin banget tuh…
Jadi fahda, gua harus bilang wow sambil salto gitu?
Gak perlu, saya juga sedang belajar lebih mencintai bunda
saya, bunda yang selama ini mungkin tidak saya dengar, saya lebih banyak
mendengar keegoisan saya, bunda yang mungkin tidak saya kangenin sekangen cowok
yang belum tentu cikal bakal pendamping saya, bunda yang mungkin lebih banyak
tidak tidur memikirkan biaya kuliah kita, sedangkan kita tidur pulas di ranjang
kosan. Bunda yang kita anggap kepo banget, bunda yang kadang dimata kit anorak
setengah apapun, tapi bunda selalu membanggakan kita apapun situasinuya, bunda
yang mungkin tidak kita banggakan sebangga pacar-pacar kita. Bunda yang mungkin
tidak tahu kelakuan nakal kita diluar, bunda yang mungkin hanya tahu kalau
anaknya hebat, tanpa tahu hal buruk apa yang sudah dilakukan anaknya.
Duuuh jadi pengen nangis, memang, ciuman pertama dari bundalah yang harus dibanggakan, kalau masih
membanggakan first kiss kita dengan lelaki yang belum tentu jadi pendamping
kita, lihatlah ibunda kita, pasti malu dan rasanya pengen pura-pura pingsan.
0 komentar:
Posting Komentar