Selamat datang!

Pages

Senin, 17 Juni 2013

Manusia ceria di PKK Generation

"Gue Debi, gue suka bingung kalo ditanya asal dari mana, ibu gue padang, ayah gue... lahir di... tapi sekarang di pamulang."

Pertemuan pertama kami di BlueStage, tanggal 29 waktu itu, kita berkumpul untuk persiapan Opera Budaya, saat itu ia anak sastra Jerman pertama yang saya kenal, saya jabat tangan mungilnya dengan hangat.

"Kirain gue Unpad itu di Bandung kota, eh ternyata di Jatinangor. Kulit gue jadi kering-kering nih." Ceria... ceriaa sekali ia. Gak pernah kalau bertemu dia, dia sedang menangis, cemberut atau mengeluh.

Kedekatan kami dimulai karena kesamaan gemar blogging, kami bertukar blog dan saling berkomentar. Lalu kita bersepuluh dikumpulkan dan dipertemukan, kami menyebut diri kami PKK GENERATION.

Di perjalanan persahabat kami bersebelas, Mak Ratna, Upi Febi, Unni Sarah, ade Anggit, Teteh Rani, Mbak Azmi, Mpok Vina, Bu rempong Revi, ayeng ajeng, Kakak Debi dan Saya, yang mereka sebut neng Fahda, kami melalui hari-hari ceria. Membuat Video gila, nyanyi-nyanyi lagu india, belajar musik dari Kak Deb, beli AMK di Jatos, beli seblak di Jatos, bareng.

Indah, Kak Deb saat-saat bersama Kak Deb dan PKK Generation.

Siang ini, saya menerima sms duka. Kak Deb kami, telah dipanggil ke dunia yang  kekal karena sakit yang di deritanya.

Kak Deb, baru kamrin saya dan teman kosan membecirakan kematian, Kak Deb.

Kak Deb, besok UAS Bahasa Inggris, jadi ingat, Kak Deb paling semangat buat nyemangatin saya belajar bahasa Inggis yang ngenekinnya minta ampun. "Ayooo barisan cum laude!" katanya. Kak Deb, saya rasa wisudaan nanti kita tidak bisa baris bersama.

Banyak kenangan kami bersama, saya ingat saat kita di kosan saya, saat itu pertama kali upi Feby penen coba pake jilbab, eh Kak Deb ikut-ikutan nyobain jilbab.

Saya ingat cita-cita Kak Deb, kami rencana membuat orkestra kecil, buat iseng-iseng. Kak Deb paling semangat nyuruh saya latihan biola, "Yuk latihan." kalau saya alasan senar belum ganti, padahal males, ada aja ide kak Deb, "Ah gampang, tar ada biola temenku."

Kak Deb, saya baru mengerti, Foto ini diambil saat jam Bahasa Inggris, saat itu dosen gak ada. Kak Deb maksa kita buat foto bareng, katanya mumpung hape baru, mumpung lagi kumpul semua kecuali teteh Rani. Kak Deb saya paham sekarang.

Kak Deb, persahabatan kita bersebelas tidak dibatasi perbedaan agama
tidak dibatasi perbedaan bentuk badan
tidak dibatasi perbedaan warna kulit
tidak dibatasi dengan perbedaan kelas deutsch, PU dan WA
tidak dibatasi dengan perbedaan selera pedas
tidak dibatasi dengan perbedaan departemen
tidak dibatasi dengan perbedaan agenda mingguan

Kak Deb biar UAS ini gak ada Kak Deb, PKK Generation akan tetap nyimpen Kak Deb di hati kami. Love You

Maaf kalau tulisan ini menambah kesedihan kita, tapi biarlah saya mengenang Kak Deb lewat ini.
Fahda A. Fauziani

Minggu, 16 Juni 2013

Hikmah diatara Rak-Rak Buku

Subhanallaah...
Hari minggu ini sungguh luar biasa.

Jadi begini curhatnya...
Hari minggu kemarin saya pergi ke Tissera untuk membeli sebuah buku dan liat-liat senar biola. Ketika saya berdiri di deretan buku Ust. Yusuf Mansyur ada seorang teteh berjilbab panjang berwarna senada dan memakai sarung tangan menghampiri saya yang saat itu sedang galau mau beli buku The secret of a  happy life atau tidak. karena galau berkepanjangan akhirnya buku itu saya letakkan lagi ke tempat semula.

Kami berkenalan sekedar nama, asal dan seputar perkuliahan. Beliau kaget mendengar seorang saya di sastra jerman. Hanya itu, kemudian saya pamit mencari-cari buku lagi.

Gak lama ketika saya sedang di buku musik, teteh itu kembali lagi menghampiri saya. Kali ini beliau meminta nomor handphone saya, saya belum tahu apa maksudnya, tapi saya berikan karena saya pikir tidak ada yang salah dari berbagi nomor.

lalu teteh itu berujar, "Subhanallah ya, pahdah (Saya gak ngerti, kenapa nama saya bisa berubah) Kita sebelumnya gak tau satu sama lain. Kamu dari bogor, saya dari mana. Tapi Allah mempertemukan kita disini.  ini kan sebagai silahturahmi, ya?" saya hanya senyum-senym, mengangguk-anggup sepanjang pembicaraan.

Lalu banyk hal yang ia jelaskan, yang tidak bisa saya ingat semua kata-katanya. saya hanya ingat dengan jelas nasihatnya tentang eksistesi manusia.

Awalnya beliau bertanya kenapa saya belajar Bahasa Jerman? sumpah demi apapun, saat itu saya hanya berpikir bahwa saya mau sastra jerman. Tapi beliau meluruskan niat belajar saya yang bengkok, katanya
"Jangan sampai kita belajar hanya untuk belajar, jangan sampai kita hanya mengejar dunia. Kalau bisa niatkan sebagai ajang mendekat ke jalan Allah, siapa tahu dek, siapa tadi? (Udah salah lupa lagi) bisa berangkat ke Jerman, kan kalau bisa bahasa Jerman bisa berdakwah di sana, kalau gak bisa bahasa Jerman kan nanti miss communication." Kembali saya ngangguk-ngangguk autis.

"Kita jangan sampai eksis di dunia karena mengejar dunia. Harta? untuk apa kalau pada akhirnya hanya bisa memberikan selembar kain kafan? Keluarga? Jangan sampai kita terlalu mencintai keluarga kita di banding Allah, padahal keluarga cuma bisa mengantarkan kita sampai ke liang lahat. Amal baik? ini yang mungkin sangat berguna." Lanjutnya kalimatnya, yang belakangan baru saya ketahui bahwa itu adalah kutipan dari salah satu hadist. Seperti sebelumnya, saya hanya manggut-manggut.

"Tahu gak untuk apa Allah menciptakan manusia?" tanyanya.
sebelum menjawab saya senyam-senyum dulu, larak-lirik mencari jawaban.
"Yang saya tahu sih, teh. Untuk ibadah dan menjadi Khalifah teh. hehheeehe."
"Hmmm..." sepertinya beliau tidak puas dengan jawaban saya. "Ya betul juga, sih. cuma yang mau saya jelaskan di sini adalah, bahwa manusia itu punya kewajiban selalu menaati perintahnya dan menjauhi larangannya."
Dalam hati saya bilang, 'Abid dan menjadi Khalifah rasanya mencakup.


Sebenarnya saya tidak bisa membaca kemana arah pembicaraan kita, entah apa sebenarnya yang ingin dikatakan sang teteh. Hanya saja, ini sebuah keluarbiasaan yang amat sangat, sepertinya hikmah bisa ditarik dari mana saja, bahkan di antara rak-rak buku atau bahkan di depan kasir. Allah tahu mana yang dibutuhkan hambanya, maka saat itu, saya yang minggu ini pulang kampung dan mangkir dari melingkar diberi sesuatu dari orang yang baru saya kenal. Wallahu'alam.

Ambil saja kebaikan dari tulisan ini, dan itu pasti datangnya dari Allah.
Yang pasti datang dari keburukan saya dalam tulisan itu, tendang saja.


salam cinta persaudaraan,
Fahda A. Fauziani

Jumat, 14 Juni 2013

Gerbang yang Sudah lama tersegel

Saya akan menceritakan tentang seseorang. Ia seorang kriminal, hidupnya di jalan, makannya tak tentu, ia bisa makan sangat enak ketika hasil copetan dan jambretannya bagus tapi sebaliknya.

Suatu hari, ia bertemu seorang muslim yang kece, pemuda. Menawarkannya sebotol air mineral setelah ia jatuh tersandung patok besi. Hatinya tersentuh melihat keramahan sang pemuda  kepada dirinya yang terkenal bengis. Di mata sang pemuda, tidak ada rasa takut, melecehkan atau merasa tinggi kepada sang preman. Ia pikir, semua muslim taat pasti melecehkannya, mencaci dan memakinya, pernah suatu hari, ada yang menghancurkan tempat tinggalnya bersama kelima temannya tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya. Pemuda ini berbeda, ia datang dengan kabar gembira, sang preman sungguh sangat simpatik.

"Eh, bocah. Lu kaga takut ama gua?"
"Heheh. Takut bang. Siapa yang ga kenal abang? takutlah saya." Padahal sang preman tahu, sang pemuda tidak takut sama sekali. Biar kata preman, ia sangat lihat membaca mata seseorang, sang pemuda berkata begitu hanya untuk mengakrabkan diri dan membangun kepercayaan, pikirnya. Pasti di dalam hatinya, ia berkata, "Saya hanya takut kepada Allah."

Apa daya sang pemuda terlalu menggemaskan untuk di perlakukan buruk. Maksudnya, akhlaknya yang menggemaskan. Mereka duduk bersama, karena saat itu kaki si preman terkilir. Anak bukan, saudara bukan, sang pemuda dengan senang hati memijat kaki sang preman 30 tahunan, lajang, terkilir pula.

"Tadinya gua pikir, gua mau resign aja." kata sang preman dengan mata bening kosong, ini pertama kalinya ia  curhat denan seseorang yang baru ia kenal satu hari.

"Resign jadi copet, Bang?"

"Bukan. Jadi manusia, gua pikir, gua lebih baik  mati, kan? tapi tetep aja, Allah ngebiarin gua hidup dan ngelakuin hal yang sama lagi. Nyopet tiap hari, ngerampok tiap hari. Gua  heran, apa Dia nunjukin kekuatan Dia? sesombong itukah Tuhan? tega bener ngebiarin gua hidup dan ngelakuin dosa lagi." Seakan pintu yang sudah lama ditutup dan disegel terbuka kembali.

"Mungkin, Bang. Allah begitu karena gak tega ngeliat abang langsung disiksa di kuburan, Bang. Allah gak nerima surat pengunduran diri abang karena Allah pengen abang jadi orang yang baik, kayaknya, Bang. Roman-romannya, nih, Allah pengen ketemu abang di syurga, Bang. Waaah, saya jadi iri ama abang."

Sang preman mengedip-ngedipkan matanya. Ini pertama kalinya ia mendengarkan perkataan bocah juga pertama kalinya mendenga nasihat yang begitu pas kata-katanya untuk seorang preman juga pertama kalinya ada orang yang iri sama dia.
Ini pertama kalinya, seorang pemuda yang memperlakukannya sebagai orang tua, memperlakukannya sebagai orang yang terkilir, dakwahnya mengalir begitu saja, tanpa memaksakan sang preman sebagai objek dakwahnya.

"Eh, Bocah. Lu ngaji dimana, si?" sang pemuda tertegun, merinding luar biasa...

Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan peringatan yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang baik. sesungguhnya, Tuhanmulah Yang Maha Tahu siapa yang tersesat dari jalanNya dan Yang Maha Tahu siapa yang mendapat petunjuk. An-nahl:125


Ini hanya fiktif, kalau ada kesamaan cerita, Alhamdulillah. 
Semoga  cerita ini menginspirasi

salam cinta,
Fahda A. Fauziani

Selasa, 04 Juni 2013

Finding ourselves ^^ - Belajar dari Harry Potter


                “Life is not about finding yourself. Life is about creating yourself”


Kata-kata itu saya dapat dari buku tulis yang saya beli di favorit stationary. Entah mengapa kalimat itu begitu menghipnotis. Versi lebainya, saya tidak bisa melupakan kalimat itu dalam sepuluh menit kedepan.
Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga kata-kata itu. Mencari? Sampai kapan kita mau mencari diri kita? Bukankah ada yang lebih mudah? Yaitu, membentuknya sendiri. Logikanya,  kalau ada yang lebih mudah, mengapa mencari yang sulit. Hanya saja, disini bagaiman kita menginginkan diri kita.
Saya jadi ingat Film harry pottes the chamber of secret

Setelah menaklukan bassilik Harry mengungkapkan apa yang mengganjal di pikirannya kepada Dumbledore, tentang mengapa ia berada di Gryffindor pada saat seleksi masuk Hogwart.
“Ada persamaan antara saya dan Tom Ridle (Voldemort). . . “ katanya.  “Berarti topi, seleksi benar, saya seharusnya berada di slyhterin.“
Kata Dumbledore, “Benar bahwa kau punya kekuatan voldemort: tegas, cerdik dan suka melanggar peraturan. Tapi mengapa topi seleksi menempatkanmu di Gryffindor?“
“Karena saya yang menginginkannya.”
„Exactly, itulah yamg membedakanmu dengan Voldemort. Bukan keahlian yang menunjukan siapa kita sebenarnya, tapi pilihan yang kita ambil.”
Ya, begitulah. Harry bukan menemukan dirinya di Gryffindor, tapi ia meminta sang topi untuk menempatkannya di Gryffindor.

Kurang puas dengan ilustrasi Harry? Ayo kita cek Alquran, saya lupa lengkapnya, tapi di surat itu dituliskan, Allah tidak akan mengubah suatu kaum, kecuali mereka mengubahnya sendiri.

Ah, Fahda... fahda... bicara itu mudah, teori itu mudah! Ya, saya juga tahu. Saya juga sedang berusaha, membentuk diri itu memang harus praktik dengan serius. Saya tahu. Tapi bukan hal yang mustahil dari hanya sekedar teori lalu melekat hingga bisa diaplikasikan, bukan?
Wallauhualam. Semoga bermanfaat

Jumat, 10 Mei 2013

sebuah Puisi, Netral-Fahda Fauziani

Ini puisi pertama dalam postingan saya. Rasanya agak aneh menulis sebuah puisi. \
Baca baik-baik yaaa ^^


Netral


Aku lebih suka diriku, 
sebagai bayangan
Tidak berwarna dengan bentuk yang tidak sempurna
sebab aku merona tidak menampak dalam bayangan

Aku lebih suka diriku,
Pada pukul tujuh pagi
Tanpa tersenyum juga tanpa cemberut
Aku bahagia tidak berekspresi di pukul tujuh pagi

Aku lebih suka diriku,
menulis dengan pensil 2B
tak terlalu tipis juga tak terlalu tebal

Aku lebih suka diriku,
melayang di kolam
tidak mengapung juga tidak tenggelam



Penuh cinta,
Fahda Arasyi F.

Senin, 25 Maret 2013

Cerita Kupu-kupu di siang AMC

Terkadang manusia butuh banyak kekanak-kanakan untuk mengerti bahagia itu seperti apa
Terkadang manusia butuh banyak menangis untuk mengerti salah itu seperti apa
Terkadang manusia butuh sedikit merenung untuk mengetahui hidup itu seperti apa

Saraholmes, begitu ia ingin di panggil. Sahabat satu jurusan di Sastra Jerman Unpad, bersamanya hari ini kami meneliti sesuatu yang sangat sesuatu.

Sesuatu yang setelah melihatnya, kami menyepakati suatu hal, yaitu hidup tidak bisa sendirian, hidup butuh penyemangat, pemacu motivasi, sesuatu yang membangkitkan yang lemah dengan cinta.

Hari ini, kami duduk-duduk di depan AMC (Al-Mushlih center), suatu tempat yang sangat nyaman untuk berbagi cerita. Tanpa di sadari, dengan sendirinya rasa nyaman itu datang.

Hari ini, tumben saja kami ingin berada di luar, biasanya di dalam. Padahal hari ini angin cukup kencang, sesekali melihat ular-ulat yang berjatuhan, daun-daun berguguran, hingga sampai pada akhirnya kami menyadari bahwa banyak sekali kupu-kupu hari ini. Tidak seperti biasanya.

Dari sekian banyak kupu-kupu yang kami amati, ada satu yang menyadarkan kami tentang memotivasi sesama.

Ada seekor kupu-kupu berwarna kuning putih yang terus berputar-putar, kami awalnya bingung, apa yang sedang kupu-kupu itu lakukan. Sembahyang kah? menari kah? atau gila kah?

begitu kami sedikit menundukan kepala, ternyata ada seekor lagi kupu-kupu berwarna sama yang terkapar. Saya tidak tahu apa maksud kupu-kupu itu sampai akhirnya ia mengangkat kupu-kupu yang terkapar. Berkali-kali jatuh. Tapi ia angkat lagi, sampai akhirnya ia mampu membawa kawannya yang terkapar sejauh dua langkah saya. Dua kupu-kupu itu terkapar, saya pikir, mereka pasti kelelahan, menyerah sudah sang kawan yang ingin menolong.

But, hal terindah terjadi selanjutnya. Ketika saya pikir mereka sudah kelelahan dan mungkin saja mati, ternyata tidak, mereka terbang, kedua kupu-kupu kuning putih itu terbang.

saya pikir yang terjadi adalah, si kupu-kupu menyalurkan semangat dan energi positif pada kawannya yang terkapar tadi. Dengan kesungguhannya membangkitkan sang kawan, ia mampu membuat mereka terbang bersama, melupakan segala penderitaan sebelumnya juga bersama.\

Agak klasik memang, sesederhana itu saja peran seorang teman, saling menyemangati, pun peran seorang anak, ibu, saudara, sepupu dan kerabat lain, sederhana, hanya butuh saling memotivasi dan menyemangati.

Ketika di odong-odong, saya berkata pada Saraholmes, "Rah, berarti, manusia emang gak bisa hidup sendirian, ya..."

Sabtu, 16 Maret 2013

Aroma Persahabatan


"Sedih bila kuingat tengkaran itu
Membuat jarak antara kita
Resah tiada menentu hilang canda tawamu
Tak ingin aku begini tak ingin begini

Sobat rangkaian masa yang tlah terlewat
Buat batinku menangis
Mungkin karena egoku mungkin karena egomu
Maaf aku buat begini maaf aku begini

Reff :
Bila ingat kembali janji persahabatan kita
Tak kan mau berpisah karena ini
Pertengkaran kecil kemarin cukup jadi lembaran hikmah
Karena aku ingin tetap sahabatmu
Lagu dari edCoustic-Pertengkaran Kecil...

Mungkin tidak terhitung berapa kali kita bertengkar dengan sahabat kita
Mungkin hanya masalah kecil, mungkin hanya sekedar ego, mungkin hanya karena ketidakpekaan, bisa jadi karena memang hal besar.

Tapi,sangat mungkin kita berputus selamanya, bisa jadi silahturahmi putus.
Menangis seharian karena hal  itu, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Yang sedang bertengkar dengan sahabatmu...
Pandanglah ia, ingatlah indahmu bersamanya, kebaikannya padamu, lembutnya suara ia ketika muram wajah kita, "Kamu ga apa-apa?" .
Ingatlah Lantangnya suaranya ketika membelamu.
Ingatlah marahnya ketika memperingatkanmu saat kau berbuat hal yang buruk.
Ingat pula senyumnya yang mungkin ketika itu sedang tidak bahagia.
Tangisnya ketika masalahmu tidak bisa ia selesaikan.
Ingatlah janji-janji yang dulu dibuat, "Eh, nanti... kalau kita ngekos bareng bisa jama'ahan terus..."
Merasa bersalahlah ketika bertengkar, menyesallah karena harus melepas sahabat terbaik karena sesuatu yang tidak penting...

Bagi kamu yang tidak sedang bertengkar dengan sahabatmu...
Pandangilah pula ia
Perlakukan ia sebaik perlakuanmu pada dirimu

"Tidak ada satu pun diantara kalian yang benar-benar beriman
sampai ia menginginkan bagi saudaranya
apa yang mereka ingini untuk dirinya sendiri" (H.R Bukhori Muslim)

Jangan biarkan ia kecewa, marah, sampai memutus silahturahmi denganmu
Jangan pula membuat ia merasa bersalah kepadamu, jangan pula membuat ia merasa mengecewakamu
Bersahabatlah dengan gembira, seakan setelah ini tidak akan ada lagi persahabatan di muka bumi

Teruntuk sahabat yang pernah saya kecewakan juga mengecewakan saya
Teruntuk sahabat yang hingga kita sabar bersama saya, yang lama mau pun yang baru
Dari saya, dalam persahabatan, tidak ada yang lebih penting dari kebersamaan kita dan nasihat kalian . . .

Jumat, 08 Maret 2013

Dulu, biarkan berlalu


sore ini saya, teh Nakibah Hanum dan teh Rahmi Ayunda turun dari FIB melewati tanjakan Cinta, tapi karena kami dari FIB, maka kami menuruni tanjakan Cinta, sepanjang jalan kita mengingat-ingat film kartun jaman SD, mulai dari Chibi maruka chan, yang pipinya merah-merah,
Hal yang menyenangkan hati

Banyak sekali

Bahkan kalau kita bermimpi


Sekarang ganti baju

Agar menarik hati

Ayo kita mencari teman


Jalan panjang menuju langit biru

Tiba tiba kulihat seorang anak

Yang menemukan harta karun di dalam sana

Alangkah senang dan hati gembira


Wangi angin

Padang rumput di sore hari

Sampaikan salam

Gembira...

Hal yang menyenangkan hati

Banyak sekali

Bahkan kalau kita bermimpi


Sekarang ganti baju

Agar menarik hati

Ayo kita mencari teman
Begitu kira-kira liriknya, tidak sampai si situ, lanjut ke Ninja Hatori dan Doraemon.
Ting! Langsung ingat masa kecil, terus pengen kecil lagi.
Yang dulu...
Dulu juga ingat ketika kecil, bersama sepupu saya, susi, kami sering berceloteh, “Tar kalo susi kelas 3, fahda kelas 2.” Kata saya yang saat itu SD kelas satu. “Ya. Tar kalo pahda kelas 3, susi kelas 4.” Katanya menyahut. Terus sampai kita tingkat SD berakhir, tidak dilanjurkan sampai kuliah karena memang kami belum mengerti SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Saya sangat mengingat kejadian itu. Entah, kadang ada sesuatu yang sangat melekat diingatan kita. Begitulah, kami hanya berceloteh seperti itu satu kali.
Dulu pulang sekola sama bahong, agis, susi, indri juga pernah ngabrit karena di gonggingin anjing galak. Anak kecil polos dasar, di gonggongin aja kabur, jelas anjingnya di ikat dan di dalam kandangnya.
Dulu sama Indri manjat pohin kecapi yang tingginya minta ampun. Dasar anak kecil, berani naik gak berani turun, saat itu rasanya saya mau nangis karena takut turun dari pohon kecapi.
Dulu ingat main galaksin sepulang ngaji, yang saat itu anak putri selalu kalah di banding laki-laki. Dasar anak putri, udah jelas yang putra curang, tapi percaya aja kalau mereka gak curang.
Dulu waktu ngaji, berebutan mau ngaji duluan. Dasar anak kecil, gak mau ngalah.
Dulu waktu kecil iri kalau temen punya mainan baru.
Dulu masih kecil main gambaran sampai lupa waktu ngaji. Dasar anak kecil, tahunya main saja.
Dulu pernah ngumpet-ngumpet minum pasbulan puasa sama Mba Nuri.
Dulu selalu ngjailin anak orang sama Resti, Nuri, Yola
Dulu main monopoli kalau abis sholat subuh.
Dulu nyari laya di kali, ngebak di sawah, main air di kali sampe bosan. Sayang, sekarang airnya sudah keruh.
Dulu pura-pura piket di langgat pas ujan, padahal pengen maen ujan-ujanan. Baru pulang kalau nenek udah teriak-teriak.
Dulu kalau marahan, baikannya cepet dan gak perlu ngomong apa-apa.
Dulu kalau jajan barengan, kuncir samaan. Tas senada. Baju senada.

Dulu...
Dulu ya, dulu. Seberapa keras saya ingin kembali, seberapa ngebet ingin kembali, dulu ya dulu. Tidak bisa mengulang.
Dulu ada seorang teteh, kakak kelas di Rohis bilang, teh Anis, kami memanggilnya, tapi sudah lama tidak kontak. Beliau bilang, „Kita ini seperti mengendarai sepeda motor atau mobil. Sesekali boleh melihat spion, melihat kebelakang, tapi jangan terus menerus melihatnya. Nanti nabrak.“
Yup, seberapa Indahnya masa kecil dulu, biarlah ia menjadi pelajaran, biarlah ia bersemayam di memori untuk membuat kita sadar, betapa banyaknya anugerah Tuhan yang telah kita dapat.
Sesekali boleh melihat masa lalu, tapi mau apa? Kita di sini, di kehidupan sekaran. So, move on.

Rabu, 06 Maret 2013

Yang hanya sekali


Pernah bermain tendo? Atau Playstation? Ah, pernah main permainan super Mario kan? Saya ingat ketika kecil dulu, rajin bermain super Mario atau sekedar menonton orang bermain itu di rumah sepupu saya. Gimana?
Kalau tidak salah, permainan itu dimulai dari level paling rendah dulu, mengambil setiap bintang yang ada, dari tempat yang mudah sampai sulit dijangkau, terkadang ada musuh yang berseliweran, yang kalau misalnya kita kena, langsung mati. 
Saya pikir sama saja seperti kita,untuk meningkat ke level hidup yang lebih baik, insyaallah kita diuji dulu dari level terendah sampai tertinggi, bedanya dengan super Mario adalah, ketika mati, maka akan ada cadangan 2 nyawa lagi bahkan di pertengahan permainan ada nyawa tambahan yang diberikan. Kita? Hanya satu, hanya satu, tidak kurang tidak lebih. 
Apakah dengan nyawa yang hanya satu itu kita rela melewatkan semua bintang yang di atas kepala kita? Atau, kita rela meabrakan diri ke musuh atau menjatuhkan diri ke jurang-jurang permainan? Hanya sekali. 
Untuk hidup yang hanya sekali, saya rasa banyak diam saya yang mengusik, kalimat yang tidak pantas, perbuatan yang menabrak. Saya khawatir ini postingan terakhir, saya hanya berharap, kelak tidak ada yang perlu disesali di alam nyata.