Suatu hari, ia bertemu seorang muslim yang kece, pemuda. Menawarkannya sebotol air mineral setelah ia jatuh tersandung patok besi. Hatinya tersentuh melihat keramahan sang pemuda kepada dirinya yang terkenal bengis. Di mata sang pemuda, tidak ada rasa takut, melecehkan atau merasa tinggi kepada sang preman. Ia pikir, semua muslim taat pasti melecehkannya, mencaci dan memakinya, pernah suatu hari, ada yang menghancurkan tempat tinggalnya bersama kelima temannya tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya. Pemuda ini berbeda, ia datang dengan kabar gembira, sang preman sungguh sangat simpatik.
"Eh, bocah. Lu kaga takut ama gua?"
"Heheh. Takut bang. Siapa yang ga kenal abang? takutlah saya." Padahal sang preman tahu, sang pemuda tidak takut sama sekali. Biar kata preman, ia sangat lihat membaca mata seseorang, sang pemuda berkata begitu hanya untuk mengakrabkan diri dan membangun kepercayaan, pikirnya. Pasti di dalam hatinya, ia berkata, "Saya hanya takut kepada Allah."
Apa daya sang pemuda terlalu menggemaskan untuk di perlakukan buruk. Maksudnya, akhlaknya yang menggemaskan. Mereka duduk bersama, karena saat itu kaki si preman terkilir. Anak bukan, saudara bukan, sang pemuda dengan senang hati memijat kaki sang preman 30 tahunan, lajang, terkilir pula.
"Tadinya gua pikir, gua mau resign aja." kata sang preman dengan mata bening kosong, ini pertama kalinya ia curhat denan seseorang yang baru ia kenal satu hari.
"Resign jadi copet, Bang?"
"Bukan. Jadi manusia, gua pikir, gua lebih baik mati, kan? tapi tetep aja, Allah ngebiarin gua hidup dan ngelakuin hal yang sama lagi. Nyopet tiap hari, ngerampok tiap hari. Gua heran, apa Dia nunjukin kekuatan Dia? sesombong itukah Tuhan? tega bener ngebiarin gua hidup dan ngelakuin dosa lagi." Seakan pintu yang sudah lama ditutup dan disegel terbuka kembali.
"Mungkin, Bang. Allah begitu karena gak tega ngeliat abang langsung disiksa di kuburan, Bang. Allah gak nerima surat pengunduran diri abang karena Allah pengen abang jadi orang yang baik, kayaknya, Bang. Roman-romannya, nih, Allah pengen ketemu abang di syurga, Bang. Waaah, saya jadi iri ama abang."
Sang preman mengedip-ngedipkan matanya. Ini pertama kalinya ia mendengarkan perkataan bocah juga pertama kalinya mendenga nasihat yang begitu pas kata-katanya untuk seorang preman juga pertama kalinya ada orang yang iri sama dia.
Ini pertama kalinya, seorang pemuda yang memperlakukannya sebagai orang tua, memperlakukannya sebagai orang yang terkilir, dakwahnya mengalir begitu saja, tanpa memaksakan sang preman sebagai objek dakwahnya.
"Eh, Bocah. Lu ngaji dimana, si?" sang pemuda tertegun, merinding luar biasa...
Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan peringatan yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang baik. sesungguhnya, Tuhanmulah Yang Maha Tahu siapa yang tersesat dari jalanNya dan Yang Maha Tahu siapa yang mendapat petunjuk. An-nahl:125
Ini hanya fiktif, kalau ada kesamaan cerita, Alhamdulillah.
Semoga cerita ini menginspirasi
salam cinta,
Fahda A. Fauziani
0 komentar:
Posting Komentar